Upacara 17-an Di Merapi

Aug 20, 2014

WP_20140818 9

Judul diatas sebenarnya hoax karna saya tidak mengikuti upacara di Merapi :D. Tapi tunggu dulu, jangan salah paham dulu. Niat awal saya sebenarnya memang pengen ikut upacara 17-an di Merapi. Tapi karna ketika upacara sedang berlangsung (sekitar jam 06.30 pagi) saya sedang dalam perjalanan ke puncak (upacaranya diadakan di Pasar Bubrah), maka hilanglah sudah harapan untuk ikut upacara 17-an di Merapi 🙁

Jadi, tanggal 16 Agustus 2014 kemaren saya memang ke Merapi. Ini sebenarnya tidak sesuai rencana karna awalnya saya merencanakan untuk ikut upacara 17-an di Lawu. Tapi, berhubung rombongan yang rencananya berjumlah 6 orang tidak jadi semua (kecuali saya), akhirnya saya ikut nimbrung ke rombongan lain ke Merapi. Rombongan ini jumlahnya 14 orang dan random yang merupakan gabungan dari beberapa mapala di beberapa kampus di Solo. Ada juga dua orang anggota kelompok yang masih sekolah SMK

Berangkat dari base camp sekitar jam delapan malam. Saya sempat kaget karna ternyata pendakian malam itu ramai sekali. Tempat parkir di base camp pendakian sampai tidak muat sehingga terpaksa harus menggunakan rumah warga untuk penitipan kendaraan. Keramaian ini sangat jauuuh berbeda ketika pertama kali saya ke Merapi 2013 lalu. Waktu itu suasanya sepi banget. Hanya ada 4 orang yang mendaki: saya bersama dengan teman saya serta dua orang pendaki asal Jawa Barat.

Karna saya numpang, jadi saya ikut aja apa kata pemimpin kelompok. Ke-14 anggota dibagi menjadi 3 kelompok. Saya sendiri tergabung dalam kelompok ke-2 yang anggotanya 4 orang. Setelah briefing sebentar dan berdoa, perjalanan dimulai dengan tujuan langsung ke Pasar Bubrah. Rencananya kita akan mendirikan tenda disana. Sampai di Watu Belah kita bertemu dengan rombongan pertama. Sambil menunggu rombongan ketiga kita istirahat sejenak. Disini rombongan saya dipisah. Kali ini saya cuma berdua. Satu cewek yang tadinya ikut rombongan saya sekarang ikut gabung ke rombongan pertama. Karna sudah cukup lama istirahat rombongan ketiga belum juga muncul akhirnya perjalalanan dilanjutkan kembali. Ketika mendaki gunung memang tidak boleh terlalu lama istirahat, apalagi jika perjalanan dilakukan dimalam hari. Hal ini dikarenakan suhu badan bisa turun cukup rendah sehingga butuh waktu untuk menaikkannya kembali

Sementara rombongan pertama melajutkan perjalanan, saya bersama seorang teman masih menunggu rombongan ketiga sambil ngemil biskuit.

Kelamaan menunggu akhirnya kami berangkat duluan dengan menanggung satu resiko: tidak bisa tidur di pasar Bubrah karna diantara kami berdua tidak ada yang membawa tenda. Ketika sampai di Pasar Bubrah sebenarnya kami sudah mencoba untuk mencari rombongan pertama. Tapi karna waktu itu suasanya ramai banget, kami tidak berhasil menemukannya. Sementara rombongan ketiga yang berada di belakang kami entah sudah sampai mana kami juga tak tahua.

Terus gimana dong nasib kita berdua? Beneran nggak tidur nih?. Dengan langkah gontai dan badan yang menggigil oleh embusan angin, kami mencoba untuk mendatangi tenda demi tenda dengan satu tujuan: numpang tidur x-D. Beruntung banget, malam itu kami ketemu sama seorang teman kampus. Dia mendaki bersama teman-temannya yang tidak kami kenal. Dia bilang kalau ada satu tenda yang cuma diisi satu orang. Akhirnya kami numpang tidur disini.

Jam 01. lebih sekian menit. Udara sangat dingin menusuk tulang. Embusan angin di Pasar Bubrah membuat tangan tak bisa lepas mendekap dada. Puncak Merapi sudah tinggal beberapa menit lagi. Setelah tenda berdiri dan barang-barang sudah dimasukkan, kami langsung tidur

Paginya, saya melanjutkan perjalanan ke puncak. Sementara teman saya masih tertidur dalam balutan sleeping bag. Perjalanan dari Pasar Bubrah ke puncak membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Sekitar pukul 07.15 menit saya sampai ke puncak

Puncak Merapi pagi itu terlihat sangat tenang. Dasar kawah juga terlihat sangat jelas. Asap belerang tidak telalu banyak. Pemandangan dari puncak Merapi sungguh indah. Barisan awan putih yang terlihat seperti gelombang pantai. Puncak Merbabu yang terlihat begitu dekat. Puncak Lawu yang terlihat mungil dalam balutan selimut awan. Gunung Sindoro dan Sumbing yang terlihat seperti sedang berenang di lautan luas. Semua tampak sempurna layaknya harmoni alam